bahasa, berita, budaya, buku, hobby, kehidupan, motivasi, pendidikan, penghargaan, psikologi, renungan, sastra, spiritualitas

FOUCAULDIAN ALA LAN oleh Indra Tjahyadi*)


195093_1634433782088_1273995607_1352904_674168_o

Judul : LAN

Genre : Novel

Penulis : Stebby Julionatan

Penerbit : Bayumedia dan Pemkot Probolinggo

Cetakan : 1, 2011

Jumlah Halaman : vii + 201 halaman.

Kehidupan manusia adalah wacana. Sebagai wacana, ia senantiasa terikat dan terkait dengan wacana-wacana lain yang mengitarinya. Sebagai wacana, ia adalah penanda kosong yang menanti untuk diisi oleh penanda-penanda mengambang yang ada di sekitarnya.

Kompleksitas kehidupan manusia dibentuk oleh kompleksitas yang tercipta dalam jaring-jaring wacana ini. Sementara itu, ketegangan-ketegangan dalam kehidupan manusia timbulkan karena adanya titik-titik antagonisme dan perjuangan antara penanda-penanda mengambang yang mengisi penanda kosong.

Kiranya, inilah yang hendak ditawarkan oleh novel LAN karya Stebby Julionatan. Secara umum, novel LAN, berbicara mengenai cinta. Bagi LAN, cinta adalah wacana. Hasrat manusia untuk mencinta dan dicinta itu ada karena ada wacana-wacana percintaan yang lain, yang telah ada terlebih dulu.

Ini menyerupai teori wacana yang diajukan oleh seorang filsuf posmodern dari Perancis yang sangat terkenal, Michel Foucault. Menurut Foucault, setiap wacana terhubung dengan wacana-wacana lain. Hubungan ini membentuk kuasa wacana. Dan wacana adalah segala hal dalam kehidupan.

Bagi Foucault, wacana bukan hanya teks kebahasaan, melainkan segala hal di dunia ini. Dikatakan demikian sebab saat ini tidak ada satu hal pun yang tidak terkait dengan bahasa. Bahasa menjadi penanda keberadaan manusia. Melalui bahasa, manusia menjadi subjek pengada. Bahasa memiliki kuasa terhadap manusia.

Kembali ke novel LAN. Gagasan model foucauldian yang ditawarkan oleh novel ini terlihat sekali pada tataran sistematika penulisannya. Penghadiran beberapa bab yang memiliki kisah yang berbeda dengan kisah utamanya, seakan-akan novel karya Stebby Julionatan ini hadir sebagai novel yang tidak utuh. Akan tetapi, jika dibaca secara dekat dan detail, beberapa bab yang memiliki kisah-kisah yang berbeda itu justru menjadi faktor pengutuh kisah novel.

Novel LAN menghadirkan kisah tentang percintaan antara dua tokoh, yakni: Erlan dan Maria. Erlan adalah orang Indonesia, sementara Maria adalah orang asing, lebih tepatnya orang Yunani:

“Erlan, kamu masih ingat aku?”
“Kamu…kamu bisa berbahasa Indonesia?” Tanyaku takjub.
“Just a little.” Jawab Maria.
“Kamu yang mengantarku ketika aku tidak bisa pulang karena kehujanan.” Kataku ragu-ragu, Maria hanya menganggukan kepala.
“Sudah tiga bulan aku berada di Indonesia. Sebelum masuk, aku melakukan observasi terhadap seluruh siswa di sekolah mana aku akan ditempatkan nantinya.”
(2011: 119).

… Galih pun menjelaskan kalau Maria adalah gadis dari Yunani yang ikut pertukaran pelajar di Indonesia.

Dan dia adalah penggemar beratku.
(2009: 122).

Ditampilkannya dua tokoh protagonis yang memiliki latar belakang yang berbeda pada masing-masingnya membuat kisah percintaan dalam novel ini, sepintas lalu, terasa klise. Akan tetapi, LAN berhasil mengatasi klise ini, setidaknya pada tokoh Maria, dengan tidak membuka dulu identitas masing-masing tokoh protagonis ini di bab-bab awal.

Teknik bercerita semacam ini membuat pembaca dihadapkan pada teka-teki. Tidak dibukanya identitas tokoh secara lengkap di bab-bab awal novel membuat pembaca dihinggapi rasa penasaran. Apalagi usaha ini didukung oleh pernyataan salah satu tokoh protagonis novel ini, Erlan, yang mempertanyakan tentang identitas Maria:

Aku susah tidur, masih terbayang dalam memoriku cewek misterius yang mengantarku pulang. Dia tahu banyak tentang diriku, tapi dia tidak memberiku kesempatan untuk tahu tentang dirinya.

(2011: 8).

Usaha untuk tidak tergesa-gesa memberitahu pembaca identitas tokoh protagonis ini merupakan hal yang menarik. Hanya saja LAN kurang bersabar sedikit lagi. Apabila penyingkapan identitas lengkap para tokoh lebih ditunda LAN akan terasa memiliki greget lagi.

Meskipun demikian, kekurangan ini terasa tidak terlalu mengganggu, sebab ada hal lain yang membuat LAN berhasil mengaduk-aduk rasa penasaran pembaca, yakni, seperti apa yang telah disampaikan sebelumnya, dengan penghadiran bab-bab yang memiliki kisahnya masing-masing.

Bagi pembaca yang tidak sungguh-sungguh membaca novel ini, penghadiran bab-bab tersebut akan terasa sangat mengganggu. Perasaan ini dimungkinkan timbul karena bab-bab yang memuat kisah-kisahnya sendiri itu seakan-akan tidak memiliki relasi kisah dengan bab sebelumnya dan bab sesudahnya.

Ini sangat mengecoh pembaca. Pengecohan lain yang dihadirkan oleh novel ini adalah melalui judul yang dipilihnya: LAN. Judul ini memiliki ketaksaan. Pertama, ia merujuk pada nama panggilan dari salah satu tokoh protagonis novel ini: Erlan. Ketaksaan kedua yang ditimbulkan oleh judul novel ini adalah berkaitan dengan istilan LAN itu sendiri.

Di dunia media dan teknologi informasi, LAN merupakan satu istilah yang berarti hubungan dari beberapa unit komputer dalam satu area. Isitlah ini merupakan singkatan dari Local Area Network. LAN mengandaikan terhubungnya beberapa perangkat komputer sehingga antara satu komputer dengan komputer lainnya dapat saling bertukar data.

Novel karya Stebby Julionatan ini memuat kedua makna tersebut. Dalam arti bahwa judul novel ini menunjuk kepada keberadaan tokoh Erlan sebagai protagonis, dan bahwa novel ini menawarkan satu gagasan mengenai relasi wacana yang membentuk jaring-jaring serupa jaring laba-laba. Menunjuk pada nama panggilan tokoh Erlan yang merupakan tokoh protagonis novel ini. Menunjuk pada keberadaan relasi yang membentuk jarang-jaring karena kisah cinta yang terjadi di antara dua tokoh protagonis novel ini Erlan dan Maria terjadi karena adanya kisah-kisah cinta yang lain, seperti Hopliton dan Hestia, Rumor dan Sedki, Bhagavad dan Pooja, dsb.

Demikianlah, di tengah kebersahajaannya, ternyata, novel LAN karya Stebby Julionatan ini tidak menawarkan kesederhanaan. Tema cinta yang dipilihnya, telah mampu berkelit kelindan dengan keklisean. Ini mengakibatkan novel ini mampu melawati batas-batas, karena novel ini bisa dibaca sebagai novel pop tetapi juga bisa dibaca sebagai novel serius.

Ini membuat novel ini bisa dikategorikan sebagai novel layak baca di tengah peradaban yang posmodern seperti saat ini. Peradaban di mana sekat-sekat saling merasuk, menyusup, merancu. Peradaban di mana segala hal berada di bawah jaring-jaring wacana. Perdaban di mana kesadaran foucauldian menemukan tempatnya. (*)

*) Peresensi adalah mahasiswa Program Magister Kajian Sastra dan Budaya Univ. Airlangga Surabaya, redaktur di jurnal budaya “Lakon” Hima Magister Kajian Sastra dan Budaya Unair, penyunting di jurnal teknik “Energy” Fak. Teknik UPM Probolinggo, dosen filsafat dan semiotika di Universitas Panca Marga Probolinggo.

NB: untuk dapat mengunduh “LAN”, silahkan klik saja di sini

resensi dan link terkait lainnya tentang LAN

REINKARNASI TAK HARUS DITANDAI DENGAN KEMATIAN TUBUH
LAN, MASIH PELIT HALAMAN
MAKA SEBENARNYA, HIDUP INI MILIK SIAPA?

CATATAN dari BEDAH BUKU di SMA NEGERI 1 PROBOLINGGO
CATATAN dari BEDAH BUKU di MUSEUM PROBOLINGGO

RADAR BROMO
SURABAYA PAGI

15 thoughts on “FOUCAULDIAN ALA LAN oleh Indra Tjahyadi*)”

    1. tidak senantiasa segampang itu Bung Iwan… LAN yang dimaksudkan di judul buku adalah nama panggilan dari sang tokoh utamanya, Erlan. hanya memang, keterkaitan bagian cerita-per-cerita seperti banyak personal computer (PC) yang tergabung dalam sebuah jaringan (LAN).

      semoga jawaban ini memuaskan pertanyaan Calvin juga… 🙂

    1. sudah, mas dappo. kalau misalkan sampean berminat tapi tidak menemukannya di toko buku, sampean bisa pesan langsung ke kami, mas.

  1. untuk Philip dan Nurahmi, inilah pujian @Ratna Satyavati untuk kalian: Ah ya, itu juga. Tapi utamanya aku menangis sebab membayangkan betapa ‘diam’ dan rahasianya cinta mereka. Disimpan dalam diam, terjulur pada hati masing-masing, lewat sentuhan dan tatapan. Sebab hanya itu yang diampu! Atas nama perang, atas nama warna kulit, atas nama agama. Sungguh, kau berhasil memaparkan, manakala pernikahan adalah legalisasi penuh syarat dan pembatas, maka cinta adalah zat maha luas dan merdeka…

    1. 🙂 mohon maaf, di Bali memang belum tersedia, die…
      tapi kalau berminat, die bisa memesannya langsung.
      terima kasih karena sudah berkunjung. 🙂

Leave a comment