Namanya Agung, anak Blitar, yang tidak bisa dikatakan kawan karena belum pernah ketemu secara langsung dan hanya kenal lewat FS, berkata kepada DJ Look: “Kenapa kok anak2 duta wisata kok narsis? for example KAMU.”
Emangnya DJ Look narsis??? Emangnya anak-anak duta wisata narsis??? Emangnya aku juga narsis??? Apakah suka berfoto dan difoto bisa dikatakan narsis? Apakah suka menjadi sorotan dan diperhatikan bisa dikatakan narsis? Padahal pekerjaan DuWit (duta wisata, pen) memang seperti itu. Selalu menjadi sorotan dan incaran lensa kamera dalam acara-acara yang diadakan oleh pemerintah kota/kabupaten ketika ia bertugas. Lantas yang salah siapa kalau aku diperhatikan seperti itu? Akunya atau kameranya…? Akunya atau kacanya…? Dan dalam pengalaman pribadiku, akhirnya secara lambat laun aku mulai suka memperhatikan diriku sendiri untuk mencari jawaban mengenai pertanyaan itu. Kalau orang banyak suka memperhatikan diriku, kenapa aku tidak?!
Tapi sebenarnya seperti apa sih pengertian (yang benar tentang) narsis itu? Selama ini kita sering mendengar kata narsis, bahkan tidak jarang kita ikut menggunakannya. Namun tidak berarti bahwa semua orang yang seringkali menggunakannya tau maksudnya. Seperti dalam kasus saya, ya perkataan si Agung tadi.
Kata “narsis” berasal dari cerita Yunani, tentang seorang pemuda bernama Narcissus. Dia sangat tampan dan suka memuji dirinya sendiri. Dia sering menolak cinta banyak gadis (mmm… mungkin karena dia sukanya ga sama gadis, tapi sama janda). Dia tidak mudah tunduk pada rayuan beracun para wanita. Sampai suatu saat dia menolak cinta Echo, yang menyebabkan Echo patah hati, dan Narcissus dikutuk oleh Zeus sehingga ia jatuh cinta pada bayangannya sendiri di air kolam dan mati menderita karenanya.
Sekarang ini kata narsis digunakan untuk menggambarkan orang yang terlalu suka pada diri sendiri, pemuja diri sendiri, egosentris, PD gak ketulungan dan… seperti kata Ibu Dra. Roslina Verauli, M.Psi. (alumnus Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Psikolog dari Empati Development Center, penulis buku berjudul I Was An Ugly Duckling, I Am A Beautiful Swan, dan sekarang dosen psikologi di Universitas Tarumanegara Jakarta) narsis sudah masuk dalam gangguan kejiwaan (yang sudah parah tentunya).
Narsis sendiri, kata ibu psikolog yang kerap disapa Bu Vera ini, bisa muncul pada seseorang akibat berbagai penyebab. Seperti akibat faktor kepribadian karena memang bawaan lahir (genetic). Atau bisa saja muncul karena faktor lingkungan. Misalnya saja sering mendapat perlakukan istimewa oleh orang tuanya seperti memperlakukan putri atau pangeran, padahal keadaannya ato kenyataannya biasa-biasa aja. Nah, biar jelas, Bu Vera mengungkap ciri-ciri orang yang tergolong narsis:
* Orang narsis merasa lebih penting dan besar dibanding orang lain. Contohnya, dia merasa paling hebat dalam hal prestasi, bakat, dan karier.
* Punya fantasi untuk mencapai sukses dan kekuasaan yang sangat tinggi. Walaupun hal itu mustahil untuk bisa dicapai.
* Merasa dirinya begitu unik dan beda dengan yang lainnya. Dia akan merasa lebih tinggi statusnya serta lebih cantik atau ganteng dibanding orang lain.
* Selalu merasa butuh pengakuan yang berlebihan dari orang lain.
* Mereka yang narsis selalu berharap yang tak masuk akal untuk diperlakukan oleh orang lain. Orang yang narsis selalu ingin diperlakukan istimewa, meski dirinya sebenarnya tak istimewa.
* Narsis juga cenderung manipulatif dan selalu mengeksploitasi orang lain untuk kepentingan dirinya.
* Nggak bisa berempati pada orang lain. Ya, orang seperti ini nggak akan merasa peduli dengan apa yang menimpa orang lain. Misalnya saja, bila ada temannya yang terkena musibah, orang narsis tak akan peduli.
* Selalu arogan.
Lebih lanjut Bu Vera mengatakan, kalau kita punya lima saja dari ciri-ciri tersebut di atas, berarti kita sudah tergolong narsis dan harus segera diatasi dengan cara berkonsultasi ke psikolog. Tapi kalo di bawah lima, masih tergolong kecenderungan narsis. “Biasanya nih, orang yang narsis akan sangat sulit untuk beraktivitas. Bahkan, perkembangan sosialnya juga akan terganggu. Orang yang narsis tentu nggak akan bisa bersosialisasi,” paparnya. “Karena, ia akan selalu terhambat dengan dirinya sendiri.”
Nah,, kalau sudah disertai dengan data-data seperti ini, kamu bisa menilai sendiri, apakah yang dikatakan Agung itu pantas??? Apakah duta wisata seperti DJ Look, aku atau DuWit-DuWit lainya itu narsis??? Yang bener aja penggeneralisasiannya, Bung!!!