bahasa, buku

UPAYA MENDATANGKAN HUJAN DI MUSIM YANG TAK TENTU


Judul Buku : Hujan Tak Jadi Datang Malam Ini
Penulis Buku : Wina Bojonegoro, dkk.
Editor : Aulia Muhammad
Penerbit : Padmedia
Cetakan : Pertama, November 2020
Ketebalan : x + 178 halaman
ISBN : 978-602-50800-9-8

Peresensi : Stebby Julionatan*)

Di tangan alam, hujan bisa menjadi apapun. Sedikitnya saya mencatat 3 hal sederhana yang dapat dilakukan (baca: manfaat) hujan. Pertama, air hujan jatuh dan langsung terserap tanah menyegarkan daun-daun. Kedua, yang mengumpul dan tak terserap tanah akan menjadi oase bagi hewan-hewan yang kehausan. Atau, yang ketiga, bagi kita yang tengah galau atau bersedih hati, ia akan menjadi sahabat dan mengganti air mata kita. 

Di tangan penulis, hujan –dengan segala kekuatannya, bisa menjelma apa saja. Kita tentu sangat mengingat puisi Sapardi Djoko Damono, “Hujan Bulan Juni” dan bagaimana puisi tersebut dialihwahanakan dalam bentuk-bentuk lain, mulai dari musikalisasi puisi, novel, hingga film. Hingga aliran ‘hujan’ Sapardi tak berhenti di rintik puisi saja, tapi menetes deras, terduplikasi, menguat, mengekal, sekaligus kembali ‘mengalir’ hingga mendapat bentuk-bentuk terkininya.

bahasa, budaya, cinta, hobby, sastra

E I K O S *)


RADAR BROMO, MINGGU 19 FEBRUARI 2012

Ibu:

Apakah dunia akan tampak tak sama jika kau terlahir tanpa seorang Ayah? Apakah aku bukanlah rumahmu ketika tak ada lelaki di samping fotoku? Apakah rahimku tak cukup hangat, hingga kau tiba tersedak, tersentak dan membentak, mengapa aku tak bersama lelaki itu?

“Ibu, di manakah ayah?” tanyamu di suatu siang, saat aku menjemputmu sepulang sekolah. Saat itu kau masih kanak-kanak, yang berlari-lari menggenggam gulali dengan seragam berwarna putih-putih. Dan aku masih bisa berkata kepadamu bahwa ayahmu sedang di luar kota. Ia bekerja. Mencari uang untuk makan kita. Aku dan dirimu.

Esoknya sepulang sekolah kau kembali dengan pertanyaan yang sama. Dalam pelukku kau berkata: “Ibu, di manakah ayah? Ayah teman-temanku yang bekerja di luar kota, pulang dan menjemput mereka dari sekolah. Kapan ayah pulang.”

Tak terasa air mataku mengalir.

“Ibu, kenapa engkau menangis?”

Continue reading “E I K O S *)”