bahasa, berita, buku, cinta, hobby, motivasi, renungan

BARANG YANG SUDAH DIBELI TIDAK DAPAT DITUKAR KEMBALI


Perempuan itu semakin mengenali kebiasaan suaminya yang sepertinya lebih mirip instruktur senam. Setiap hitungan dua kali delapan mereka merubah posisi. Namun sama seperti malam yang telah mereka lewati, suami si perempuan itu tetap tidak dapat menemukan kenikmatan yang selama ini ia cari dari tubuh perempuan itu. Ia terpaksa hanya puas dengan hasil usahanya di malam kedua ini.

………………….

“Dimana kau menyembunyikannya?” Tanya suami perempuan itu dengan suara lirih. Sekujur tubuhnya dipenuhi keringat dan wajahnya tampak kelelahan. Ia tidak tahan lagi menyembunyikan ketololannya di hadapan perempuan itu.

“Kau tak perlu tahu. Bukankah barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan,” Perempuan itu bernafas sejenak, cemas memikirkan apa yang akan dilakukan suaminya begitu mendengar jawaban tadi meluncur dari mulutnya. Tidak terjadi apa-apa. “Kau sendiri yang mengatakan hal itu pada ayahku kan?,” tanyanya “Sekarang bila kau tidak suka, yang perlu kau lakukan saat ini hanya membuangnya dan membeli lagi yang baru.” Lanjutnya sambil mendekap erat keranjang bambu yang isinya sudah penuh tersebut.

*****

KUALITAS dan KONSISTENSIyang kembali DIUJI

Tak terasa sudah hampir 1 tahun berlalu sejak saya memulai proses menerbitkan dan melaunching buku perdana saya, LAN. Dan dalam masa yang hampir setahun itu, tentunya telah banyak masukan (baik berupa kritik, masukan, pujian, bahkan komentar komentar yang standar dan biasa-biasa saja) mampir kepada saya. Beberapa hal sudah sempat saya ceritakan dalam postingan-postingan blog saya terdahulu. Beberapa yang lainnya terserak begitu saja di dalam buku harian… atau (bahkan) yang lainnya lagi, terkubur begitu saja di dalam ingatan saya. Tak berniat untuk saya ungkap dan saya tulis.

Kepada beberapa teman dan pembaca, saya sempat menjanjikan kepada mereka untuk membuat sekuel LAN, yang berjudul LITA DAN ORANG GILA. Namun rupanya proyek itu masih mandeg karena beberapa sebab. Di antaranya tentu saja karena kesibukan dan rasa malas saya untuk kembali menuliskannya. Tapi sebagai penulis, tentu saja saya tak ingin berhenti begitu saja. Saya ingin tetap konsisten dalam dunia yang sudah saya ambil ini. Jalan Pedang saya… Jalan Pena.

Maka saya pun menggodok sebuah tema besar… PENGETAHUAN dan CINTA. Kenapa saya dua hal itu sebagai tema besar saya? Ya… dua hal itulah yang saya rasa menggerakkan kehidupan manusia. Menjadikan kehidupan ini tidak statis, tidak stagnan, tidak mandeg begitu saja. PENGETAHUAN dan CINTA… membuat kehidupan ini mengalir, menggelinding, dan merotasi tanpa mengenal kata berhenti. Lagipula… ada tertulis: TAKUT AKAN TUHAN adalah permulaan PENGETAHUAN.

PENGETAHUAN jugalah yang menyebabkan manusia jatuh dalam dosa pertamanya….

Well, sejak Adam merasakan manisnya “BUAH PENGETAHUAN” sejak itu pulalah terentang batasan yang tegas antara “yang baik” dan “yang buruk”. Namun senantiasa pula, hadir CINTA yang meski rapuh, telah menjadi jembatan di antara keduanya. Di dunia… CINTA-Nya mampu menjembatani rentang batas itu.

Kedua hal itulah yang juga menjadi dasar kegelisahan saya… menjadi dasar segala pertanyaan-pertanyaan saya ketika merenungi apa yang terjadi dalam kehidupan di sekeliling saya. Dan… 13 kisah ini adalah jawabannya.

BARANG YANG SUDAH DIBELI TAK DAPAT DITUKAR KEMBALI adalah kumpulan kisah yang berisi 13 cerita. Semoga kehadirannya, yang saya rencanakan awal tahun depan, dapat pula menjembatani ruang-ruang kosong di hati Anda. 🙂

ABRIKAN sebelum FINAL

seperti membuat skripsi…. aku rasa waktunya itu nggak cukup. masih kurang… masih pengen didodol lagi… diperbaiki di sana sini… selalu saja merasa masih ada yang kurang. bahkan… meski sudah jadi dan berupa draf… sudah dikirim ke beberapa kawan… beberapa senior… praktisi… untuk mendapatkan penilaian dari mereka, aku selalu masih merasa ada yang kurang dan merasa “gatel” untuk kembali mengobrak-abriknya ketika membacanya lagi.

memang… beberapa “abrikan” itu sempat saya lakukan, sehingga mungkin bagi yang sudah membaca beberapa judul dari kumpulan cerpen itu, yang sudah terbit di media, ketika membaca lagi (dengan teliti)… membandingkannya, pasti menemukan beberapa perbedaan. tapi tenang, kawan…. perbedaan tersebut tidaklah mengurangi tiap makna yang ada dalam cerpen-cerpen tersebut. perbaikan tersebut saya lakukan demi semakin menambah nilai intrinsik dan estetik. setidaknya begitulah menurut saya.

well, tentu saya sangat berterima kasih untuk para senior: Sitok Srengenge, Dewi “Dee” Lestari, Yonathan Rahardjo, Calvin Michael Sidjaja, Epri Tsaqib dan Indra Tjahyadi… yang telah bersedia memberikan endorsement dalam kumpulan cerpen saya yang baru tersebut. terima kasih juga untuk: mas Agus Salim, mas M. Said Hudaini, Rifqi Riva Amalia, bunda Endang Sulisty, Filesky Fiddler, bang Ade Vrananjaya, Jaka Mahendra dan Argha Premana… selaku praktisi, sahabat dan teman-teman media yang juga tuga telah mensuport saya. dan sungguh…. di dalam karya saya yang selanjutnya ini, yang membuat saya sangat bersyukur sekali adalah karena akhirnya saya mendapatkan editor dan ilustrator yang pas, sangat saya percaya, dan telah memberikan kontribusi terbesar mereka. terima kasih kembali untuk mas Said Hudaini… dan juga Shendy Imas lewat ilustrasinya yang indah.

fiiiiuuuhhhh…. hari terakhir, deadline ini semakin mendekat. lari maraton ini harus segera berakhir, diakhiri… siap atau tidak siap. sebagaimana hidup. terima kasih untuk kesemuanya yang telah menyertai saya…

mengubah KOMA menjadi TITIK

huffff… hmmmm… baru sadar kalo ternyata ga gampang ya mengubah “koma” menjadi sebuah “titik” dalam kehidupan kita. lho kok bisa?? dan apa hubungannya tanda koma dan titik dengan kumpulan cerpen saya yang akan segera terbit awal tahun depan ini???

well, anggap seja itu perumpamaannya. saya ibaratkan, perjalanan saya membuat buku ini seperti menulis sebuah kalimat. ya, cukup sebuah kalimat saja. sebuah kalimat bertingkat sederhanya yang di dalamnya pastilah terkandung sebuah kata koma dan di akhir kalimat tersebut pasti tersemat titik sebagai tanda bacanya. perjalanan membuat buku ini, perjalanan membuat kumpulan cerpen ini (mulai dari menentukan tema, menterjemahkan tema tersebut ke dalam cerita, menentukan cerita mana yang akan menjadi cerita pamungkas, ngerantep cerita tersebut ke dalam sebuah kumpulan yang memiliki alur dan juga klimaks yang saya maksudkan agar lebih enak membacanya)  saya rasakan sangat berat tapi saya sangat menikmatinya. termasuk pada perjuangan saya untuk mendapatkan endorsement dan pengakuan dari para senior.

ya… terkadang susah, terkadang malah saya merasa keberuntungan itu berpihak pada saya sehingga gampang untuk menemui mereka.

sebagai contoh, adalah keinginan saya untuk mendapatkan endorsement saya dari bapak Walikota, jujur saya bingung, bertanya-tanya bagaimana caranya ya biar bisa mendapatkan endorsement dari beliau. eh, ga dinyana-nyana, jumat(11/11) kemarin, Pak Wali datang ke radio saya, maksudnya radio tempat saya bekerja, sehingga gampang deh dapet endorsementnya.

pengalaman lain juga saya alami, mungkin sebaiknya saya tidak usah menyebutkan terlebih dahulu siapakah orangnya, siapakah beliau… kami sudah membuat janji dan kesepakatan, namun karena beliau masih sibuk dengan pementasan monolognya, maka mau tak mau “koma” itu harus mundur beberapa kata lagi agar ia berwujud titik. dengan kata lain adalah mengundur deadline. ada yang karena sakit… (semoga cepat sembuh, sodaraku), ada yang karena masih tertimpa masalah (semoga ibu kondisinya baik-baik saja, mas) dan ada pula yang karena tiba-tiba mengikat kontrak dengan penerbit untuk segera menyelesaikan buku beliau (gpp, mbak… saya sudah sangat berterima kasih sekali sampean senantiasa mensuport saya melalui email-email itu. semoga bukunya cepat keluar lagi. dan pasti akan selalu saya beli, karena saya adalah “number one big fans” beliau)

mengubah KOMA menjadi TITIK… itulah yang sekarang saya rasakan. dan sungguh, saya sangat menikmati esensi dan sensasinya.

hormat saya,

Stebby Julionatan

#galau #meracau #dibuangSayang #abaikanSaja

Leave a comment