hukum, keseharian

TRAFFICKING


-sebuah catatan dari seminar sehari UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang-

what goin on with HER?

Kalo ingat-ingat kata “trafficking” aku jadi ingat ketika aku menghadiri Grand Final Pemilihan Cacak Yuk Lumajang 2007. Dalam kesempatan tersebut, dewan juri menanyakan mengenai apa itu trafficking kepada salah seorang finalis. Namun sayangnya, dan yang sangat mengejutkan, finalis tersebut tidak tahu apa itu istilah trafficking, malah menurutnya, trafficking itu berkaitan dengan lalu lintas dan kemacetannya.

Well, tak salah kalo rupanya Probolinggo (lebih tepatnya SUBDENPOM V/3-1) pada hari ini mengundang Bapak Adang Oktori dari Polda Jatim dan Pak Budhi (nama lengkapnya Ir. Setiabudhi, pen), Dosen Psikologi UNAIR, yang notabene adalah orang-orang yang ekspert di bidang trafficking untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat Probolinggo mengenai apa itu trafficking, undang-undang anti trafficking, dan bagaimana trafficking itu dapat merusak sendi-sendi kehidupan bangsa di Gedung Widya Harja.

Pak Budhi yang saat itu diberi kesempatan terlebih dahulu, mengambil bahasan mulai dari pengertian trafficking, sejarahnya dan dampak psikologis para korban trafficking. Sedang Pak Adang, dalam orasinya, beliau mengambil bahasan yang sangat jauh berbeda dari makalah yang ia bagikan kepada peserta. Beliau lebih menekankan pada pentingnya komponen keluarga sebagai sebuah struktur awal masyarakat untuk menghindarkan diri dari kasus-kasus trafficking. “Soalnya, kalau makalah, kalau undang undang trafficking-nya kan bisa kalian baca sendiri di rumah.” Ujar Pak Adang.

DARI NABI YUSUF SAMPE dr. YUSUF bin SANUSI

Trafficking adalah kata lain dari praktek perdagangan manusia. Dan mulai dari jamannya Nabi Yusuf sampe sekarang sudah jamannya dr. Yusuf bin Sanusi, trafficking sudah menjadi masalah yang tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kehidupan kita. Mmm… kita tau dari sejarah kalo dulu Nabi Yusuf itu dijual oleh sodara-sodaranya karena mereka iri pada perlakuan ayah mereka yang sangat meng-anak-emas-kan “si Ucup”. Lalu sejarah juga masih sering bercerita pada kita tentang perbudakan. Cerita mengenai budak-budak belia dan hamba sahaya yang dipaksa bekerja tanpa mendapatkan upah sesuai UMR. Kini… jaman sekarang… penyebab utama perdagangan manusia adalah kemiskinan. (Silahkan cross check aja dengan data-data yang ada di ILO sono kalo ga percaya!!!) Dari data-data tersebut dapat kita identifikasi bahwa praktek perdagangan manusia banyak terjadi di negara-negara miskin ketimbang di negara-negara maju ato berkembang.

Praktek trafficking pun bervariasi. Ada yang murni kemiskinan, ada yang utang piutang, ada yang disebabkan oleh riwayat pelacuran dalam keluarga, ada yang oleh permisif dan rendahnya kontrol sosial, bahkan rasionalisasi dan stigmatisasi juga mempengaruhi praktek perdagangan manusia atau trafficking ini.

KEPEDULIAN MELALUI UNDANG-UNDANG

Lalu, satu juta million penduduk dunia sadar. Mereka mulai concern pada masalah ini. “Ini tidak dapat dibiarkan,” ujar mereka. “Kalau terus dibiarkan, mau jadi apa dunia kita ini?” Karena, lagi-lagi masih menurut mereka, tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Hehehe…. Sehingga pada tahun 1948 munculah Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948. Undang-undang internasional pertama yang mengatur tentang HAM. Dalam deklarasi tersebut, memuat hak-hak setiap manusia. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia ini masih belum secara tegas berkaitan dengan perdagangan orang, khususnya anak, tetapi Deklarasi ini sebagai suatu deklarasi yang menegaskan kalo setiap individu mempunyai hak bebas, yang secara mendasar juga mestinya terbebas dari trafficking.

Di Indon sendiri (gitoo kata orang Melayu), undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007. Mari kita simak dalam Pasal 1-nya mengenai apa itu trafficking:

“tindakan perekrutan, pangangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseoarang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”

Sedangkan apa yang dimaksud eksploitasi adalah:

“tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransportasi organ dan/atau, jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immaterial.”

Disebutkan juga apa yang disebut perekrutan:

“tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya.”

Wow, banyak ya aturan-aturannya??? Padahal itu baru Pasal 1 lho. Dan dari sini, terbukti kan kalo negara kita juga sangat serius memberantas praktek-praktek perdagangan manusia.

Setelah perundang-undangan, mari kita tengok kasus-kasusnya:

Sampai sekarang, dan ini yang terlihat dan dilaporkan, data kasus trafficking pada tahun 2006 terjadi 11 kasus dengan korban 74 wanita. Sedang pada tahun 2007, sampai akhir bulan Juli, terjadi 8 kasus dengan korban 11 wanita. (Wanita oh wanita, sungguh merana nasibmu?! Masih saja dirimu yang menjadi sasaran utama.)

PENGALAMAN YANG TEREKAM
(Budhi’s Side)

“Setiap manusia memiliki pengalaman yang tak terlupakan di kehidupannya, yang baik atau buruk sekalipun,” begitu kata pak Budhi, “pengalaman itu akan terekam dalam amigdala manusia. Pengalaman itu akan memacu manusia untuk mengalaminya lagi dan lagi,” Lanjutnya. “Ya syukur-syukur kalo pengalamannya baik, sehingga akan semakin memicu orang tersebut untuk mengalami peristiwa-peristiwa yang baik dan indah-indah. Yang susahnya itu kalo yang didapatkan itu pengalaman yang buruk, yang bikin trauma. Hal itu akan menjadi sebuah lingkaran setan yang tak pernah putus.”

Pak Budhi melanjutkan ceritanya kalo dia sekarang lagi menangani seorang gadis yang berumur 13 tahun. Korban trafficking. Dijadikan pekerja seks anak. Kondisi mentalnya sekarang masih sangat labil. Ya mirip Dian Sastro waktu berperan jadi Cempaka di film Soulmate laah. Mmmm… malah teringat pengalamanku sendiri. Umur 15 tahun. Brondong. Masih duduk di kelas II SMA Negeri 1 Probolinggo. Jadi korban sodomi sama om-om gila.

Membekas sih, tapi Thank to God kalo hal itu gak menjadikanku Robot Gedek. I have to cut that devil ring. Tekanan psikologis yang aku alami dari kejadian itu sih ada. (Bahkan mungkin masih ada sampe sekarang) Semua temen-temenku di SMA pasti pada tau kalo di SMA aku ini anak yang ga percaya diri-an, yang minderan, yang anti-sosial dan tertutup. Tapi inner motivation itu penting. Aku harus berubah. Mirip lagu Lusi Rahmawati yang kugubah syairnya, bahwa dunia ga berhenti berputar hanya karena keperjakaan bukan miliku lagi.

FUNGSI KELUARGA SEBAGAI SCREENING AWAL
(Adang’s Side)

Sekarang kita menginjak pada materi yang disampaikan oleh Pak Adang. Mangkannya saya sangat setuju dengan apa yang Pak Adang utarakan di awal mengenai keluarga. Bahwa keluarga adalah himpunan orang-orang yang memiliki arti sangat penting dalam kehidupan kita, yang bisa kita jadikan sandaran, the place to cry on, ketika kita mengalami masa-masa terpuruk. Bahwa keluarga adalah himpunan orang-orang yang will give their hand to rise we up. Bahwa keluarga adalah himpunan orang-orang yang sangat mengerti dan yang dapat mendukung keberadaan kita, no matter who we are. Juga,, bahwa keluarga merupakan titik awal dimana manusia mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya. Termasuk pula pendidikan keimanan yang dapat membuat hati kita menjadi teguh seteguh karang. Membuat kita tidak mudah terpengaruh oleh buaian buaya kehidupan. Dan saya juga masih bersuyukur karena saya tinggal di Indonesia. Dimana Indonesia adalah sebuah negeri yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan keimanannya. Sehingga praktek-praktek trafficking yang ada di negara kita masih (boleh) tergolong rendah. Pendidikan keimanan di keluarga paling tidak adalah tabir awal atau saringan awal yang menjauhkan kita dari praktek-praktek trafficking.

Selamatkan keluarga kita, maka kita menyelamatkan dunia dari trafficking!!!

Referensi:

Pencegahan Trafficking Anak: Apa, Mengapa, dan Bagaimana oleh Ir. Setiabudhi, S.Psi., MSi.

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang oleh Dadang Oktori, SH. MH.

17 thoughts on “TRAFFICKING”

  1. Tq for your writing , i hope you can help to promote my program about
    human trafiqking effect.

  2. rasa-rasanya trafiking sudah menjadi isu yang cukup mengemuka (dan ramah funding tentunya). trafiking adalah buah dari ketidakadilan gender di masyarakat.
    adalah tanggung jawab kita bersama untuk sama-sama mencegah dan memberantas trafiking. oleh karenanya sosialisasi di tingkat akar rumput adalah hal yang harus dilakukan. apalagi Indonesia sudah punya UU PTPPO.

  3. ternyata saat ini kita bukan hanya mempelajari sejarah, tapi juga mengulang sejarah.. adanya perbudakan moderen mestinya pemikiran kita juga lebih moderen untuk pemberantasan trafiking demi masa depan cemerlang.. stop trafficking!! hidup manusia dan perikemanusiaan!!

  4. stop trafficking…!!!!

    mbok jangan ada eksploitasi lagi to…!!!!

    khan oleh TUHAN manusia diciptakan seturut citra-Nya…!!!

    ya to…???

  5. yup mari kita brantas trafickking, sbg mhs hukum ayo jgn nyerah!!! podo bangkit yo,lihat manusia sekarang kasian di hual2 gt,

  6. bagaimanapun uu di buat kalau pemahaman aparat ,masyarakat sendiri sangat minim, sama juga bohong karena aparat desa sendiripun banyak berperan dalam hal pemalsuan identitas

  7. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 21 TAHUN 2007
    TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

    PASAL 1 AYAT 8 : Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk Mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.

    MASALAH YANG TERJADI KASUS BUPATI ACEP …. MASUK KATEGORI MANA ?

Leave a reply to echi Cancel reply